Benih Kecil di Tangan Allah
Sekelompok suku terpencil di Papua Nugini menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk mencari makan. Bagaimana tidak, dengan pola hidup nomaden, mereka harus terus mencari bahan pangan yang bisa ditemukan. Butuh waktu tiga hari untuk mengolah sagu, dan makanan itupun habis kurang dari seminggu. Terpaksa, mereka kembali berpindah dan mencari sumber pangan lain.
Berbeda halnya dengan suku Maya di Amerika Tengah. Lelah berpindah-pindah, mereka lantas memikirkan cara agar punya sumber daya pangan yang tetap. Mereka pun mulai bertani dan beternak. Masa hidup yang semula tersita untuk berpindah-pindah, kini tersisa banyak. Waktu itulah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan hidup: menulis, seni, dan sastra. Kebudayaan mereka pun berkembang.
Dalam hidup rohani, barangkali tanpa disadari, kita pun kerap menghabiskan waktu untuk mencari dan berusaha menemukan Allah. Sebagian besar waktu habis untuk itu, namun pada akhirnya kita tetap merasa kekurangan dan selalu ingin mencari lagi.
Butuh keberanian untuk mengubah pola hidup. Seorang petani harus menahan rasa laparnya hingga panen tiba. Demikian juga kita. Ketika semua ayat Kitab Suci, ajaran Gereja atau teladan santo-santa tak lagi dapat memuaskan dahaga, kita perlu memeluk kekosongan, kekeringan rohani, pengalaman ditinggalkan oleh Allah, hanya karena satu keyakinan ini: Allah, Sang Empunya Hidup, tak akan begitu saja membiarkan satu benih kecil pun mati.
Berbeda halnya dengan suku Maya di Amerika Tengah. Lelah berpindah-pindah, mereka lantas memikirkan cara agar punya sumber daya pangan yang tetap. Mereka pun mulai bertani dan beternak. Masa hidup yang semula tersita untuk berpindah-pindah, kini tersisa banyak. Waktu itulah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan hidup: menulis, seni, dan sastra. Kebudayaan mereka pun berkembang.
Dalam hidup rohani, barangkali tanpa disadari, kita pun kerap menghabiskan waktu untuk mencari dan berusaha menemukan Allah. Sebagian besar waktu habis untuk itu, namun pada akhirnya kita tetap merasa kekurangan dan selalu ingin mencari lagi.
Butuh keberanian untuk mengubah pola hidup. Seorang petani harus menahan rasa laparnya hingga panen tiba. Demikian juga kita. Ketika semua ayat Kitab Suci, ajaran Gereja atau teladan santo-santa tak lagi dapat memuaskan dahaga, kita perlu memeluk kekosongan, kekeringan rohani, pengalaman ditinggalkan oleh Allah, hanya karena satu keyakinan ini: Allah, Sang Empunya Hidup, tak akan begitu saja membiarkan satu benih kecil pun mati.
Comments
Post a Comment